Kode Etik Profesi Keguruan



Setiap profesi memiliki kode etiknya sendiri untuk dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertindak (Nurhadi, 2017). Sama halnya dengan profesi guru memiliki kode etik yang dikenal dengan kode etik guru. Kode etik ini menjadi rambu-rambu seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Salah satu tugas guru profesional adalah menjunjung tinggi dan menjalankan Kode Etik Guru Indonesia pada lingkungan pergaulan di sekolah dan di lingkungan masyarakat (Sidiq, 2018). Jika guru melanggar tentu ada sanksi yang akan didapatkan. Pengawasan terhadap ditegakkannya kode etik dilakukan oleh organisasi profesi, dalam hal ini PGRI (Nurhadi, 2017; Windiyani dkk, 2020).

Pengertian 
Menurut Satori (2007) secara etimologi kode etik artinya pola aturan, tata cara, tanda pedoman etis dalam melakukan pekerjaan sehingga kode etik merupakan pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman perilaku. Etis artinya sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu (Nurhadi, 2017). Di samping itu, Soetjipto dan Raflis Kosasi menegaskan bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak hanya dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya sehari-hari dalam masyarakat (Windiyani dkk, 2020).

Tujuan
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (Windiyani dkk, 2020; Elvianasti, 2020; Sidiq, 2018):
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindakan atau kelakuan anggotanya yang dapat mencemarkan nama baik profesi. Dari segi ini kode etik sering disebut kode kehormatan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Kesejahteraan mencakup lahir (atau material) maupun batin (spiritual, emosional, dan mental). Kode etik umumnya memuat larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa saja yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
3. Untuk dijadikan pedoman berperilaku
Kode etik mengandung peraturan yang membatasi tingkah laku yang tidak pantas dan tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Kode etik berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi sehingga bagi anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tangung jawab pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya
5. Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya. 
6. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Kode etik mewajibkan setiap anggotanya untuk aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi (Ibid dalam Sidiq, 2018)

Fungsi
Secara umum fungsi kode etik guru yaitu: (a) agar guru memiliki pedoman dan arah yang jelas dalam melaksanakan tugasnya, sehingga terhindar dari penyimpangan profesi, (b) agar guru bertanggung jawab atas profesinya, (c) agar profesi guru terhindar dari perpecahan dan pertentangan internal, (d) agar guru mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, sehingga jasa profesi guru diakui dan digunakan oleh masyarakat, (e) agar profesi ini membantu dalam memecahkan masalah dan mengembangkan diri, dan (f) agar profesi guru terhindar dari campur tangan profesi lain dan pemerintah (Windiyani dkk, 2020)
  
Kode Etik Guru Indonesia
Pada kode etik guru butir pertama dengan jelas dinyatakan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya (Soetjipto dalam Nurjan, 2015).

Dalam kode etik guru butir keempat dituliskan bahwa guru menciptakan suasana di sekolah dengan sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar. Bagian ini menegaskan bahwa seorang guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, yaitu dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai, penyediaan alat belajar-mengajar yang cukup, pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan. Suasana harmonis di sekolah tidak akan terjadi bila setiap personil yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa, yang terlibat di dalamnya tidak menjalin hubungan yang baik di antara sesamanya (Nurjan, 2015).

Pada kode etik guru butir keenam disebutkan bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan, meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri (Kunandar dalam Nurjan, 2015; Elvianasti, 2020). Selain itu, berdasarkan kode etik ini guru juga dituntut untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuannya sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh peserta didik yang terkadang dipengaruhi oleh perkembangan zaman (Nurjan, 2015).
 
Pada butir ketujuh kode etik guru dikatakan bahwa guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Hal ini berarti bahwa guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, serta guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di luar tempat kerjanya (Nurjan, 2015).

Pada Kode Etik Guru Indonesia butir kesembilan dikatakan bahwa guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kebijaksanaan pendidikan di negara Indonesia diatur oleh Dinas Pendidikan Nasional. Dalam rangka pembangunan pendidikan di Indonesia, melalui dinas pendidikan nasional mengeluarkan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya yakni guru. Oleh karenanya, guru harus mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dibuat. Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan adalah segala peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Nasional di pusat maupun di daerah. Contohnya adalah peraturan tentang berlakunya kurikulum sekolah, pendidikan gratis, pelaksanaan Ujian Nasional (UN), dan lain sebagainya. Kode etik pada butir kesembilan akan menentukan apakah seorang guru taat pada peraturan perundang-undangan atau tidak (Nurjan, 2015)

Sanksi untuk Pelanggaran Kode Etik
Sanksi yang dikenakan kode etik guru tersebut adalah guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru, karena (Elvianasti, 2020):
a. melanggar sumpah dan janji jabatan,
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama,
c. melalaikan kewajiban dalam melaksanakan tugas selama 1 bulan atau lebih secara terus menerus. 

Sanksi terhadap guru dapat juga berupa teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian hak guru, penurunan pangkat, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian tidak dengan hormat (Elvianasti, 2020).


Referensi:

Elivianasti, M. (2020). Modul Profesi Pendidikan. Jakarta: Pendidikan Biologi Universitas             Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.

Nurhadi, A. (2017). Profesi Keguruan Menuju Pembentukan Guru Profesional. Kuningan:             Goresan Pena.

Nurjan, S. (2015). Profesi Keguruan: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Samudra Biru.

Sidiq, U. (2018). Etika dan Profesi Keguruan. Tulungagung: Penerbit STAI [Sekolah Tinggi           Agama Islam] Muhammadiyah. Tersedia Secara Online Juga Di: Http://Repository.             Iainponorogo. Ac.Id/395/1/Etika, 20, 26.

Windiyani, Tustiyana. Dadang K., dan Ratih P. (2020). Profesi Kependidikan: Kajian                     Konsep, Aturan dan Fakta Keguruan. Bogor: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah             Dasar Universitas Pakuan.

0 komentar:

Posting Komentar