Pengertian dan Syarat Profesi Guru



Pengertian Profesi Guru

Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas mengenai konsep profesi; guru termasuk salah satu profesi. Akan tetapi, masih ada para ahli yang meragukan guru sebagai jabatan profesi karena hampir semua orang dapat menjadi guru. Satori (2007) mengatakan bahwa guru belum sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai profesi yang utuh dan bahkan banyak orang berpendapat bahwa guru hanya jabatan semi profesional atau profesi yang baru muncul (emerging profession) karena belum semua ciri-ciri profesi terpenuhi (Nurhadi, 2017). 

Dalam perkembangannya guru akan menjadi profesi yang utuh. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 39 menjelaskan bahwa pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, mengevaluasi hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (Nurhadi, 2017). Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 1 disebutkan guru adalah pendidik profesional yang tugas utamanya adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Nurhadi, 2017). Berdasarkan undang-undang ini maka dengan jelas menjadikan guru sebagai profesi yang utuh, tetapi tentu dengan adanya syarat profesi yang harus dipenuhi oleh seorang guru.


Syarat Profesi Guru

Ada beberapa kriteria yang disusun oleh National Education Association (NEA) (1948) khusus untuk seorang guru adalah sebagai berikut (Soetjipto & Kosasi, 2009; Ilahi, n.d.):

1. Jabatan yang melibatkan aktivitas intelektual
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang spesifik
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional dalam jangka waktu yang lama
4. Jabatan yang memerlukan "latihan dalam jabatan" yang berkelanjutan
5. Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen
6. Jabatan yang menentukan standar (bakunya) sendiri
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan pengabdian di atas kepentingan pribadi
8. Jabatan yang memiliki organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat            

Semua kriteria di atas harus dapat dipenuhi oleh guru atau pengajar sehingga dapat dikatakan sebagai profesi (Soetjipto & Kosasi, 2009; Ilahi, n.d.). Penjelasan setiap kriteria tersebut akan dijabarkan satu per satu.

1. Jabatan yang melibatkan aktivitas intelektual

Profesi guru jelas memenuhi kriteria ini karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi ativitas intelektual. Sadar atau pun tidak, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya (Ilahi, n.d.).

2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang spesifik

Ada berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwewenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu spesifik yang dijabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama menganggap bahwa mengajar adalah suatu sains (science), sementara kelompok kedua berpendapat bahwa mengajar adalah suatu kiat (art) (Stinnett dan Huggest dalam Soetjipto & Kosasi, 2009).

Menurut Sanusi dkk (1991) masih ada yang berpikir bahwa ilmu pendidikan sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge masih samar (Soetjipto & Kosasi, 2009). Sekarang ini banyak guru di sekolah menengah diperkirakan mengajar di luar bidang ilmu yang sesuai dengan ijazahnya. Misalnya, banyak guru matematika tidak mendapatkan banyak ilmu matematika pada saat mereka belajar di lembaga pendidikan guru, atau pun mereka tidak dipersiapkan dan dilatih untuk mengajar matematika.

3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional dalam jangka waktu yang lama

Anggota kelompok guru dan yang berwewenang di departemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama sangat perlu untuk mendidik guru yang berwewenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional, dan khusus, sekurang-kurangnya empat tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK), atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di perguruan tinggi non-LPTK. Akan tetapi, permasalahan yang terjadi sampai sekarang di Indonesia, masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, bahkan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan (Nurhadi, 2017). 

4. Jabatan yang memerlukan "latihan dalam jabatan" yang berkelanjutan

Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Bahkan pada saat sekarang bermacam–macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyertakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan (Ilahi, n.d.).

5. Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen

Di luar negeri banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar. Setelah itu mereka pindah bekerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Faktanya, di Indonesia tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya bisa jadi karena sistem pindah jabatan yang tidak mudah dan lapangan kerja yang tidak seluas di luar negeri (Soetjipto & Kosasi, 2009). Oleh karena itu, kriteria kelima dapat dipenuhi oleh profesi guru di Indonesia.

6. Jabatan yang menentukan standar (bakunya) sendiri

Karena jabatan guru menyangkut hajat banyak orang, maka baku jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta. Sementara kebanyakan jabatan mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk meyakinkan kemampuan minimum yang diharuskan, tidak demikian halnya dengan jabatan guru (Ilahi, n.d.). 

Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan profesional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para profesional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya. Pengawasan luar sebenarnya adalah musuh alam dari profesi, karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka peluang terhadap pengaruh luar (Omnstein dan Levine dalam Soetjipto & Kosasi, 2009). Dokter dan pengacara misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara kliennya membayar untuk itu. Di sini orang banyak atau klien bukan sebagai pihak yang mengatur dalam menulis resep ataupun menulis kontrak.

7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan pengabdian di atas kepentingan pribadi

Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah (Ilahi, n.d.).

8. Jabatan yang memiliki organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat

Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari guru taman kanak-kanak sampai guru sekolah lanjut atas, dan ada juga Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang menjadi wadah untuk seluruh sarjana pendidikan (Soetjipto & Kosasi, 2009).


Untuk melakukan pembentukan profesi guru secara utuh, pemerintah memprogram bagi mereka yang telah menjadi guru melalui proses sertifikasi, dimana telah dilakukan pasca lahirnya Undang-Undang 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Sedangkan bagi mereka calon guru melalui pendidikan profesi guru. Sertifikasi merupakan upaya standardisasi profesi guru agar mencapai sebuah profesi. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru yang memangku jabatan tenaga profesional (PP 74 Tahun 2008 tentang Guru). Sertifikasi dilakukan bagi mereka yang telah menjadi guru biasa disebut guru dalam jabatan melalui portofolio dan/atau Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Sedangkan bagi mereka calon guru atau guru prajabatan melalui Pendidikan Profesi Guru (Nurhadi, 2017).

Sertifikasi guru dikenakan baik pada calon guru lulusan LPTK, maupun yang berasal dari perguruan tinggi non kependidikan (bidang ilmu) tertentu yang ingin memilih guru sebagai profesi. Lulusan dari jenis perguruan tinggi non kependidikan, sebelum mengikuti uji sertifikasi dipersyaratkan mengikuti program pembentukan kemampuan mengajar di LPTK. Di samping itu, agar fungsi penjaminan mutu guru dapat dilakukan dengan baik, guru yang sudah bekerja pada interval waktu tertentu (10-15 tahun), dipersyaratkan mengikuti program resertifikasi (Sidiq, 2018).


Referensi:

Ilahi, A. (n.d.). KURIKULUM (PROGRAM) PENDIDIKAN PROFESI KEGURUAN.

Nurhadi, A. (2017). Profesi Keguruan Menuju Pembentukan Guru Profesional. Kuningan: Goresan Pena.

Sidiq, U. (2018). Etika dan Profesi Keguruan. Tulungagung: Penerbit STAI [Sekolah Tinggi Agama Islam] Muhammadiyah. Tersedia Secara Online Juga Di: Http://Repository. Iainponorogo. Ac. Id/395/1/Etika20, 26.

Soetjipto dan Raflis Kosasi. (2009). Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.

0 komentar:

Posting Komentar